Table of contents: [Hide] [Show]

Indonesia vs negara lain: presiden dengan masa jabatan tidak terbatas, sebuah topik yang menarik perhatian. Perdebatan seputar batasan masa jabatan presiden telah berlangsung lama di berbagai negara, membawa kita pada perbandingan sistem politik dan dampaknya terhadap stabilitas, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Bagaimana Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan sistem serupa atau berbeda? Mari kita telusuri sejarah, dampak, dan mekanisme pengendalian kekuasaan dalam konteks ini.

Pembatasan masa jabatan presiden, sebuah elemen penting dalam sistem demokrasi modern, memiliki sejarah dan implementasi yang beragam di seluruh dunia. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman telah lama menerapkan pembatasan ini, sementara Indonesia memiliki sejarah dan konteks yang berbeda. Studi perbandingan ini akan menganalisis dampak positif dan negatif dari sistem presiden dengan masa jabatan tak terbatas, serta peran lembaga negara dalam mengawasi kekuasaan eksekutif.

Sejarah Pembatasan Masa Jabatan Presiden di Berbagai Negara

Pembatasan masa jabatan presiden merupakan isu krusial dalam sistem demokrasi modern. Perdebatan seputar batasan ini seringkali berpusat pada keseimbangan antara stabilitas pemerintahan dan pencegahan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Sejarah panjang berbagai negara menunjukkan beragam pendekatan terhadap isu ini, dengan konsekuensi politik dan sosial yang berbeda-beda.

Pembatasan Masa Jabatan Presiden di Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman

Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman, sebagai negara demokrasi maju, memiliki sejarah dan pendekatan yang berbeda dalam membatasi masa jabatan presiden. Amerika Serikat, dengan sistem presidensialnya yang kuat, membatasi presiden untuk menjabat maksimal dua periode sejak amandemen ke-22 konstitusi tahun 1951. Sebelum amandemen ini, tidak ada batasan masa jabatan, dan Franklin D. Roosevelt menjabat selama empat periode. Di Prancis, sistem presidensialnya mengalami perubahan signifikan sepanjang sejarah, dengan masa jabatan presiden yang awalnya tidak terbatas, kemudian dibatasi menjadi dua periode pada tahun 2008.

Jerman, dengan sistem parlementernya, memiliki masa jabatan kanselir (setara presiden) yang tidak terbatas secara konstitusional, namun praktik politik dan tekanan publik umumnya membatasi lamanya masa jabatan.

Perbandingan Sistem Presidensial di Tiga Negara dengan Indonesia

Tabel berikut membandingkan sistem presidensial di Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Indonesia, menyoroti masa jabatan presiden, mekanisme pemilihan, dan sistem pemerintahan.

Negara Masa Jabatan Presiden Mekanisme Pemilihan Sistem Pemerintahan
Amerika Serikat Dua periode (empat tahun per periode) Pemilihan langsung oleh rakyat Presidensial
Prancis Dua periode (lima tahun per periode) Pemilihan langsung oleh rakyat Semi-presidensial
Jerman Tidak terbatas secara konstitusional (empat tahun per periode) Dipilih oleh Bundestag (parlemen) Parlementer
Indonesia Dua periode (lima tahun per periode) Pemilihan langsung oleh rakyat Presidensial

Tren Global dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembatasan Masa Jabatan, Indonesia vs negara lain: presiden dengan masa jabatan tidak terbatas

Tren global menunjukkan kecenderungan meningkatnya pembatasan masa jabatan presiden di banyak negara demokrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tren ini meliputi: keinginan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, memperkuat akuntabilitas pemimpin, dan mendorong regenerasi kepemimpinan. Namun, beberapa negara masih mempertahankan sistem tanpa batasan masa jabatan, seringkali karena alasan stabilitas politik atau kekhawatiran akan transisi kekuasaan yang tidak stabil.

Perbedaan Filosofi Politik yang Mendasari Adanya Batasan Masa Jabatan Presiden

Perbedaan filosofi politik yang mendasari adanya batasan masa jabatan presiden tercermin dalam berbagai pendekatan yang diadopsi oleh negara-negara berbeda. Beberapa negara menekankan pentingnya mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tangan satu orang, sehingga membatasi masa jabatan untuk menjamin pergantian kepemimpinan dan mencegah otoritarianisme. Sebaliknya, negara lain mungkin memprioritaskan stabilitas politik dan kontinuitas kebijakan, sehingga kurang menekankan pada pembatasan masa jabatan.

Pertimbangan praktis seperti efektivitas pemerintahan dan biaya transisi kekuasaan juga memainkan peran dalam perdebatan ini.

Dampak Positif dan Negatif Masa Jabatan Presiden Tanpa Batas

Indonesia vs negara lain: presiden dengan masa jabatan tidak terbatas

Pembahasan mengenai masa jabatan presiden tanpa batas selalu memicu perdebatan sengit. Sistem ini, meskipun terkesan menjanjikan stabilitas, menyimpan potensi bahaya yang signifikan bagi demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Artikel ini akan mengulas dampak positif dan negatifnya, disertai contoh kasus untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif.

Potensi Dampak Positif terhadap Stabilitas Politik

Salah satu argumen pendukung masa jabatan presiden tanpa batas adalah terciptanya stabilitas politik jangka panjang. Kepemimpinan yang berkelanjutan, argumennya, memungkinkan pelaksanaan kebijakan yang konsisten dan terarah, mencegah perubahan mendadak yang dapat mengganggu pembangunan nasional. Dengan visi jangka panjang yang terencana, presiden dapat fokus pada proyek besar dan kompleks tanpa terbebani oleh siklus pemilihan umum yang sering.

Hal ini dapat meminimalisir ketidakpastian politik dan menarik investasi asing.

Potensi Dampak Negatif terhadap Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

Di sisi lain, sistem ini berpotensi menimbulkan ancaman serius terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Kekuasaan yang tidak terbatas dapat memicu penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan otoritarianisme. Tanpa batasan masa jabatan, presiden dapat bertindak di luar koridor hukum dan mengabaikan suara rakyat. Kebebasan pers dan ekspresi dapat terancam, sementara oposisi politik akan kesulitan berkembang. Terdapat risiko munculnya kultus kepribadian dan hilangnya akuntabilitas pemerintahan.

Contoh Kasus Negara dengan Masa Jabatan Presiden Tanpa Batas dan Dampaknya

Beberapa negara pernah menerapkan atau masih menerapkan sistem presiden dengan masa jabatan tanpa batas. Sebagai contoh, (meskipun konteksnya berbeda dan perlu analisis lebih lanjut), di beberapa negara dengan sistem tersebut, terdapat kasus di mana pertumbuhan ekonomi tidak merata, dan kesenjangan ekonomi semakin melebar. Selain itu, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang layak juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan.

Perlu diingat bahwa faktor-faktor lain juga turut mempengaruhi kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sehingga tidak bisa hanya disimpulkan berdasarkan sistem masa jabatan presiden saja.

Poin-poin Pro dan Kontra Penerapan Masa Jabatan Presiden Tanpa Batas

  • Pro:
    • Stabilitas politik jangka panjang.
    • Kelanjutan program pembangunan.
    • Pengambilan keputusan yang lebih efisien dan terarah.
  • Kontra:
    • Potensi penyalahgunaan kekuasaan.
    • Ancaman terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
    • Kurangnya akuntabilitas pemerintah.
    • Kemungkinan munculnya kultus kepribadian.

Ilustrasi Skenario Pemerintahan dengan Presiden Masa Jabatan Tak Terbatas dan Dampaknya terhadap Pembangunan Nasional

Bayangkan skenario di mana seorang presiden dengan masa jabatan tak terbatas berhasil memimpin negara menuju pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa tahun awal. Namun, seiring waktu, kekuasaan yang tak terbatas tersebut justru mengarah pada penindasan oposisi, pembatasan kebebasan berekspresi, dan korupsi yang merajalela. Meskipun pembangunan infrastruktur mungkin terus berlanjut, kesejahteraan rakyat secara keseluruhan justru menurun karena ketidakadilan dan kurangnya akses terhadap sumber daya.

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi semata tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Pembangunan yang berkelanjutan dan berkelanjutan memerlukan pemerintahan yang demokratis, akuntabel, dan menghormati hak asasi manusia.

Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Negara Lain yang Memiliki Sistem yang Berbeda

Indonesia vs negara lain: presiden dengan masa jabatan tidak terbatas

Sistem pemerintahan Indonesia, yang menganut sistem presidensial, memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari sistem pemerintahan negara lain. Perbandingan dengan sistem parlementer, seperti yang diterapkan di Inggris dan Kanada, akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem dalam konteks efektivitas kebijakan publik dan pengawasan terhadap eksekutif.

Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia vs. Sistem Pemerintahan Parlementer di Inggris dan Kanada

Indonesia menganut sistem presidensial di mana presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dan memiliki kekuasaan eksekutif yang kuat. Presiden memimpin kabinet dan bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Sebaliknya, sistem parlementer di Inggris dan Kanada didasarkan pada prinsip supremasi parlemen. Kepala pemerintahan (Perdana Menteri) dipilih dari anggota parlemen dan bertanggung jawab kepada parlemen. Perbedaan mendasar terletak pada hubungan antara eksekutif dan legislatif.

Di sistem presidensial, terdapat pemisahan kekuasaan yang lebih tegas, sementara di sistem parlementer, terdapat ketergantungan yang lebih erat antara eksekutif dan legislatif.

Perbedaan Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif

Dalam sistem presidensial Indonesia, presiden memiliki kekuasaan yang relatif lebih besar dalam membentuk kebijakan dan menjalankan pemerintahan. Legislatif (DPR) memiliki peran dalam membuat undang-undang dan mengawasi pemerintahan, namun presiden tidak bertanggung jawab secara langsung kepada parlemen. Berbeda dengan sistem parlementer di Inggris dan Kanada, di mana Perdana Menteri dan kabinetnya bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen dapat menjatuhkan pemerintahan melalui mosi tidak percaya, sebuah mekanisme yang tidak ada dalam sistem presidensial Indonesia.

Sistem Pengawasan terhadap Eksekutif

Pengawasan terhadap eksekutif di Indonesia melibatkan berbagai lembaga, termasuk DPR, DPD, dan lembaga-lembaga negara lainnya seperti KPK dan BPK. Sistem ini bertujuan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Di Inggris dan Kanada, parlemen memainkan peran sentral dalam mengawasi pemerintahan melalui pertanyaan, debat, dan komite-komite parlemen. Selain itu, terdapat lembaga-lembaga independen yang juga berperan dalam pengawasan, seperti Auditor Jenderal di Kanada dan berbagai badan pengawas di Inggris.

Perbedaan sistem kepresidenan di Indonesia dengan beberapa negara lain cukup signifikan, terutama terkait batasan masa jabatan. Kita, untungnya, menganut sistem presidensial dengan masa jabatan terbatas. Namun, membayangkan skenario presiden seumur hidup, seperti yang dibahas dalam artikel ini: Bahaya presiden seumur hidup bagi demokrasi Indonesia , menunjukkan betapa pentingnya mempertahankan sistem demokrasi kita. Potensi penyalahgunaan kekuasaan dan ancaman terhadap kebebasan sipil sangat nyata.

Oleh karena itu, perbandingan sistem kepresidenan Indonesia dengan negara lain yang memiliki presiden dengan masa jabatan tidak terbatas menjadi penting untuk menjaga dan memperkuat demokrasi kita.

Negara Sistem Pemerintahan Mekanisme Pengawasan Lembaga Pengawas Utama
Indonesia Presidensial DPR, DPD, KPK, BPK, Ombudsman DPR
Inggris Parlementer Parlemen, badan-badan audit independen, media Parlemen
Kanada Parlementer Parlemen, Auditor Jenderal Kanada, media Parlemen

Pengaruh Perbedaan Sistem Pemerintahan terhadap Efektivitas Kebijakan Publik

Perbedaan sistem pemerintahan dapat berpengaruh signifikan terhadap efektivitas kebijakan publik. Sistem presidensial, dengan pemisahan kekuasaan yang relatif tegas, berpotensi mengalami hambatan dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan karena adanya potensi konflik antara eksekutif dan legislatif. Sistem parlementer, dengan ketergantungan yang erat antara eksekutif dan legislatif, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan efisien, tetapi juga berpotensi memunculkan dominasi eksekutif terhadap legislatif.

“Sistem presidensial cenderung lebih stabil namun rentan terhadap kebuntuan politik, sementara sistem parlementer lebih fleksibel tetapi juga lebih rentan terhadap ketidakstabilan pemerintahan.”

(Contoh kutipan dari pakar pemerintahan, nama dan sumber perlu diverifikasi dan ditambahkan)

Mekanisme Pengendalian Kekuasaan Eksekutif dalam Sistem Tanpa Batas Masa Jabatan

Pembahasan mengenai sistem presidensial tanpa batas masa jabatan kerap menimbulkan perdebatan sengit. Potensi penyalahgunaan kekuasaan menjadi kekhawatiran utama. Oleh karena itu, mekanisme pengendalian kekuasaan eksekutif yang kuat dan efektif menjadi mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya otoritarianisme dan memastikan pemerintahan yang akuntabel dan demokratis.

Mekanisme Pengendalian Kekuasaan Eksekutif dalam Sistem Presidensial Tanpa Batas Masa Jabatan

Dalam sistem presidensial tanpa batas masa jabatan, diperlukan mekanisme pengendalian kekuasaan yang lebih kuat dan kompleks dibandingkan dengan sistem yang membatasi masa jabatan. Hal ini untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tangan presiden. Beberapa mekanisme yang dapat diterapkan antara lain:

  • Kekuatan Lembaga Legislatif yang Kuat: Parlemen yang independen dan memiliki kewenangan yang kuat dalam pengawasan anggaran, pembentukan undang-undang, dan hak untuk melakukan impeachment terhadap presiden sangatlah krusial. Parlemen harus mampu bertindak sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif.
  • Kebebasan Pers dan Lembaga Sipil: Kebebasan pers yang terjamin dan lembaga-lembaga sipil yang aktif dan independen, seperti LSM dan organisasi masyarakat sipil, berperan vital dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan memberikan kritik konstruktif terhadap kebijakan pemerintah. Mereka dapat menjadi ‘mata dan telinga’ masyarakat dalam memantau kinerja eksekutif.
  • Sistem Peradilan yang Independen: Sistem peradilan yang bebas dari intervensi eksekutif dan mampu menegakkan hukum secara adil dan konsisten menjadi kunci dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Presiden dan pejabat pemerintahan lainnya harus tunduk pada hukum dan proses peradilan yang berlaku.
  • Pembagian Kekuasaan yang Jelas: Pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif merupakan prinsip dasar negara demokrasi. Masing-masing lembaga harus memiliki kewenangan yang jelas dan tidak boleh saling mengintervensi.
  • Mekanisme Referendum dan Inisiatif Rakyat: Mekanisme referendum dan inisiatif rakyat memungkinkan partisipasi langsung warga negara dalam pengambilan keputusan politik, termasuk dalam hal pengawasan terhadap kinerja presiden dan kebijakan pemerintahannya.

Kelemahan Sistem Pengendalian Kekuasaan Eksekutif di Indonesia

Sistem pengendalian kekuasaan eksekutif di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan. Meskipun terdapat lembaga-lembaga pengawas seperti DPR, KPK, dan KY, namun implementasinya masih seringkali terkendala oleh berbagai faktor, antara lain:

  • Kelemahan Pengawasan DPR: Pengawasan DPR terhadap pemerintah seringkali kurang efektif karena berbagai faktor, seperti kurangnya kapasitas dan independensi anggota DPR, serta adanya kepentingan politik yang saling berkaitan.
  • Interferensi Politik: Interferensi politik dalam proses penegakan hukum dan pengawasan pemerintahan masih sering terjadi, sehingga menghambat efektivitas lembaga-lembaga pengawas.
  • Keterbatasan Sumber Daya: Lembaga-lembaga pengawas seringkali mengalami keterbatasan sumber daya, baik manusia maupun finansial, yang menghambat kinerja mereka.
  • Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas: Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan memudahkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Contoh Mekanisme Pengendalian Kekuasaan Eksekutif yang Efektif di Negara Lain

Beberapa negara dengan sistem presidensial, meskipun dengan masa jabatan terbatas, memiliki mekanisme pengendalian kekuasaan yang relatif lebih efektif. Contohnya, Amerika Serikat dengan sistem check and balances yang kuat antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sistem ini memastikan tidak ada satu pun lembaga yang memiliki kekuasaan absolut. Selain itu, peran media massa yang independen dan aktif dalam mengawasi pemerintah juga sangat penting.

Langkah-langkah Memperkuat Mekanisme Pengendalian Kekuasaan Eksekutif di Indonesia

Untuk memperkuat mekanisme pengendalian kekuasaan eksekutif di Indonesia, diperlukan langkah-langkah konkret, antara lain:

  • Meningkatkan kapasitas dan independensi DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan.
  • Mengupayakan penegakan hukum yang konsisten dan bebas dari intervensi politik.
  • Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
  • Memberdayakan lembaga-lembaga pengawas dan memberikan mereka sumber daya yang memadai.
  • Mendorong partisipasi aktif masyarakat sipil dalam pengawasan pemerintahan.
  • Merevisi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengawasan pemerintah agar lebih efektif.

Sistem Pengawasan Sipil yang Efektif untuk Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan

Sistem pengawasan sipil yang efektif harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat sipil, media massa, dan lembaga-lembaga pengawas independen. Sistem ini perlu dirancang untuk memastikan adanya mekanisme pelaporan dan investigasi yang transparan dan akuntabel. Selain itu, perlu adanya perlindungan bagi whistleblower dan jaminan kebebasan berekspresi bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik dan masukan terhadap pemerintah.

Peran Lembaga Negara dalam Mengawasi Presiden dengan Masa Jabatan Tidak Terbatas

Gagasan presiden dengan masa jabatan tidak terbatas tentu menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, peran lembaga negara dalam mengawasi jalannya pemerintahan menjadi sangat krusial untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah terjadinya otoritarianisme. Sistem checks and balances yang kuat menjadi kunci keberhasilannya. Berikut ini uraian peran beberapa lembaga negara dalam mengawasi jalannya pemerintahan.

Peran Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran vital dalam mengawasi kekuasaan eksekutif, termasuk presiden. MK berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Jika ditemukan suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi, MK dapat menyatakannya tidak berlaku. Selain itu, MK juga memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara, termasuk sengketa antara presiden dan lembaga negara lainnya. Dengan demikian, MK berperan sebagai penjaga konstitusi dan mencegah presiden bertindak di luar koridor hukum.

Peran Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai representasi rakyat memiliki beberapa mekanisme pengawasan terhadap presiden dan pemerintahan. DPR dapat melakukan interpelasi, hak menyatakan pendapat, dan hak angket untuk meminta pertanggungjawaban presiden atas kebijakan-kebijakannya. DPR juga memiliki peran dalam menyetujui anggaran negara dan mengawasi penggunaannya. Melalui mekanisme ini, DPR dapat memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan aspirasi rakyat dan anggaran negara digunakan secara efektif dan efisien.

Peran Komisi Pemberantasan Korupsi dan Ombudsman

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) berperan penting dalam menjaga akuntabilitas pemerintah. KPK bertugas untuk mencegah dan memberantas korupsi di semua sektor, termasuk di lingkungan pemerintahan. Sementara itu, ORI bertugas untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait maladministrasi pemerintahan. Keduanya memiliki peran penting dalam menjamin pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Bagan Alur Pengawasan Presiden oleh Lembaga Negara

Berikut gambaran alur pengawasan presiden oleh lembaga negara di Indonesia. Mekanisme ini kompleks dan melibatkan interaksi antar lembaga.

Lembaga Mekanisme Pengawasan Hasil Pengawasan
Mahkamah Konstitusi Judicial Review, Penyelesaian Sengketa Kewenangan Putusan MK yang mengikat
Dewan Perwakilan Rakyat Interpelasi, Hak Angket, Hak Menyatakan Pendapat, Persetujuan Anggaran Rekomendasi, Sanksi Politik
Komisi Pemberantasan Korupsi Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan Proses Hukum
Ombudsman Penerimaan dan Penanganan Pengaduan Masyarakat Rekomendasi Perbaikan

Kerja Sama Lembaga Negara untuk Pemerintahan yang Bersih dan Akuntabel

Efektivitas pengawasan presiden akan meningkat signifikan jika antar lembaga negara mampu bekerja sama secara sinergis. Koordinasi dan kolaborasi yang baik antara MK, DPR, KPK, ORI, dan lembaga negara lainnya diperlukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Pertukaran informasi dan koordinasi dalam penyelidikan dugaan pelanggaran hukum akan memperkuat efektivitas pengawasan. Contohnya, temuan Ombudsman mengenai maladministrasi dapat menjadi dasar bagi KPK untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Begitu pula, putusan MK dapat menjadi rujukan bagi DPR dalam menjalankan fungsi pengawasannya.

Pemungkas: Indonesia Vs Negara Lain: Presiden Dengan Masa Jabatan Tidak Terbatas

Prabowo subianto widodo joko presidential

Kesimpulannya, perdebatan mengenai masa jabatan presiden yang tidak terbatas merupakan isu kompleks yang memerlukan pertimbangan menyeluruh. Perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dengan negara lain menunjukkan bahwa tidak ada satu pun model yang sempurna. Penting untuk terus mengevaluasi dan memperkuat mekanisme pengendalian kekuasaan eksekutif, terlepas dari adanya batasan masa jabatan atau tidak, guna memastikan pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Sistem yang ideal harus menyeimbangkan stabilitas politik dengan perlindungan hak-hak demokrasi dan penegakan hukum.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *